Halaman

Kamis, 16 Februari 2012

Hati-hati Gabung Obat Kimia-Herbal

Panam City - Penggunaan obat kimia modern dan obat herbal, termasuk jamu, secara bersamaan untuk mengobati penyakit tertentu harus dilakukan secara hati-hati. Penggabungan secara serampangan bisa memperburuk kesehatan.

”Butuh pengetahuan dan penelitian lebih banyak untuk menggabungkan penggunaan jamu dan obat kimia secara bersamaan,” kata Ketua Program Studi Pengobatan Tradisional, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Arijanto Jonosewojo, dalam simposium ”Pentingnya Kualitas Ekstrak Obat Herbal sebagai Produk Perawatan Kesehatan dan Agen Terapetik” di Jakarta, Kamis (9/2).

Uji klinik yang dilakukan di Rumah Sakit Umum dr Soetomo, Surabaya, menunjukkan, penggunaan obat antikolesterol simvastatin ataupun campuran daun jambu, temu lawak, dan jati belanda (obat tradisional) memberikan hasil yang baik jika digunakan secara sendiri-sendiri. Tetapi, jika digabung, hasilnya justru buruk.

Hal yang sama terjadi pada penggunaan metformin dan teh hitam untuk mengobati diabetes. Jika kedua obat itu digunakan sendiri-sendiri, bisa menurunkan kadar gula darah rata-rata selama 1-3 bulan (HbA1C) hampir sama. Namun, jika digabung, penurunan HbA1C justru sangat kecil.

”Jika ingin menggabungkan, obat modern sebaiknya diminum lebih dulu. Setelah 1-2 jam, baru minum obat herbal,” katanya.

Zat aktif dalam obat kimia umumnya lebih cepat diserap tubuh. Adapun obat herbal, selain lebih lambat diserap tubuh, terkadang bersifat mengikat zat dari obat kimia. Akibatnya, efek obat kimia jadi tidak maksimal.

Arijanto, yang juga Kepala Poliklinik Obat Tradisional Indonesia RSU dr Soetomo, mengingatkan, ginseng tidak boleh digabung dengan obat digoxin (obat jantung) karena akan memperburuk kondisi jantung.

Selain itu, bawang putih yang juga merupakan obat herbal antikoagulan tidak boleh digabung dengan obat kimia golongan asetasol atau clopidopril. Hal ini akan menimbulkan perdarahan.

”Masyarakat masih menganggap obat herbal lebih baik dibandingkan obat kimia. Padahal, tidak ada obat herbal yang 100 persen aman dan tidak semua obat kimia buruk,” katanya.

Belum berkembang

Meski bangsa Indonesia mengenal dan merasakan manfaat tanaman obat sejak lama, hingga kini industri obat tradisional Indonesia belum berkembang.

Direktur Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Hary Wahyu Triestanto Wibowo mengatakan, saat ini baru terdaftar 6 fitofarmaka dan 31 obat herbal terstandar. Adapun jamu jumlahnya mencapai ribuan.

Jamu adalah tingkat terendah dalam pengelompokan obat tradisional Indonesia. Disusul obat herbal terstandar dan fitofarmaka sebagai tingkat tertinggi.

Untuk meningkatkan status jamu menjadi obat herbal terstandar, harus ada uji nonklinik. Untuk menjadi fitofarmaka, harus dilakukan uji klinik dan uji nonklinik. Proses uji itu butuh biaya investasi besar.

Karena itu, banyak produsen jamu enggan meningkatkan status produknya karena dengan status jamu saja sudah laku. ”Produsen hanya akan meningkatkan status produknya menjadi obat herbal terstandar atau fitofarmaka untuk meyakinkan keamanan produknya pada konsumen dan kepentingan ekspor,” ujarnya.

Rudy Susilo dari Evoria GmbH, Jerman, mengatakan, pengolahan obat herbal di Indonesia banyak yang tak memenuhi standar. Orientasi bisnis produsen lebih besar sehingga kurang memperhatikan aspek keamanan obat bagi konsumen.

Untuk mendapatkan obat herbal yang baik, seluruh proses produksi, mulai dari penanaman tanaman obat, perawatan, panen, pengeringan, ekstraksi, penyimpanan, pembuatan obat, hingga distribusinya, tidak bisa dilakukan asal-asalan.

Bahan baku obat herbal harus bebas dari logam berat, jamur, ataupun pestisida. Proses produksi harus dilakukan secara modern, sama seperti yang dilakukan sebagian obat herbal China.

Menurut Rudy, obat herbal tidak perlu diragukan manfaatnya. Yang harus dijaga adalah agar obat herbal aman dikonsumsi.

”Obat herbal sudah digunakan sejak ratusan tahun lalu dan menunjukkan khasiatnya,” katanya.

Obat herbal, demikian Arijanto, sebaiknya digunakan untuk mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan, pemulihan, dan mengurangi penderitaan pasien.

Untuk penyembuhan penyakit, masih disarankan menggunakan obat kimia. Dokter dapat memberikan obat herbal untuk melengkapi obat kimia dengan syarat ada permintaan tertulis dari pasien.

Sayangi Jantung, Kurangi Lemak dari Gorengan

Panam City — Berdasarkan statistik, sekitar 17,5 juta orang per tahun meninggal akibat penyakit yang menyerang jantung dan pembuluh darah. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan menyatakan penyakit kronis seperti penyakit jantung menjadi penyebab utama kematian di dunia.
Tingginya angka statistik tersebut memang ada penyebabnya. Peluang untuk terkena penyakit jantung koroner bisa dari berbagai sudut, baik yang tidak bisa dihindari, seperti faktor genetik, hingga yang faktor risiko yang masih dikendalikan, misalnya merokok dan pola makan.
Apa boleh buat, urusan kesehatan memang selalu bersaing dengan lidah. Makanan tinggi gula, garam, kurang serat, dan lemak jenuh yang berlebihan bisa jadi pintu masuk gangguan jantung dan pembuluh darah.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Amerika terhadap 87.230 responden disebutkan, risiko stroke 44 persen lebih tinggi pada mereka yang hobi menyantap makanan berlemak.
Menurut dr Fiastuti Witjaksono, SpGK, ahli gizi dari Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, konsumsi lemak orang Indonesia sangat tinggi. Sayangnya, konsumsi lemak itu kebanyakan berasal dari lemak jahat.
"Orang Indonesia mendapatkan lemak jahat terutama dari makanan yang digoreng. Pada dasarnya, minyak sayur adalah lemak tidak jenuh, tetapi proses pemanasan minyak dalam suhu tinggi itu mengubahnya menjadi lemak jenuh," katanya di sela-sela peluncuran Philips Airfryer, alat menggoreng tanpa minyak, di Jakarta, Jumat (22/7/2011).
Makanan yang digoreng tak bisa dimungkiri masih menjadi makanan favorit masyarakat di Tanah Air. Karena itu, menurut Fiastuti, peningkatan kesadaran makanan sehat perlu ditingkatkan.
"Meningkatkan asupan makanan berserat dan mengurangi makanan yang mengandung minyak dan lemak bisa menjadi satu langkah untuk mendapatkan jantung yang sehat," katanya.
Saat ini Philips baru saja memperkenalkan alat untuk menggoreng tanpa memerlukan tambahan minyak goreng. Menurut Rudi Ashari, Brand Development Manager PT Philips Indonesia, Philips Airfryer menggunakan teknologi rapid air yang menggabungkan udara panas bersirkulasi cepat dan elemen pemanggang untuk menghasilkan makanan gorengan.
Teknologi inovatif itu juga memungkinkan makanan bisa digoreng hingga suhu mencapai 200 derajat celsius meski tanpa minyak. "Dengan alat ini, kandungan lemak dalam makanan bisa dikurangi hingga 80 persen tanpa mengurangi kerenyahan khas gorengan," katanya.

MENGENAL SERAT UNTUK KEBUTUHAN KITA


Panam City - Ada pepatah yang mengatakan tak kenal maka tak sayang. Ungkapan itu sepertinya cocok untuk kita implementasikan dalam mendukung kebiasaan hidup sehat.

Apa yang terlintas dalam pikiran Anda apabila mendengar kata serat? Ya, pasti tidak jauh dari sayuran dan buah-buahan bukan? Sudah banyak literatur yang menyebutkan bahwa serat memiliki manfaat luar biasa bagi tubuh.

Untuk mengetahui lebih dekat apa itu serat dan kenapa tubuh kita sangat memerlukannya, berikut adalah ulasannya :

Serat adalah nama umum untuk karbohidrat tertentu - biasanya terdapat pada sayuran, tanaman, dan biji-bijian. Secara umum serat dibagi ke dalam dua bagian besar yakni serat yang dapat larut pada air dan serat tidak larut dalam air. Gabungan antara keduanya, biasa disebut total serat.

Mengapa orang mengonsumsi serat?

Sejumlah studi telah menemukan bahwa asupan tinggi serat total, dari makanan dan suplemen, menurunkan risiko penyakit jantung. Diet tinggi serat juga telah dikaitkan dengan penurunan risiko diabetes tipe 2.

Serat tidak larut dapat membantu mengobati sembelit, penyakit divertikular dan mengatasi gangguan pencernaan atau IBS (irritable bowel syndrome). Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa serat larut dapat mengurangi risiko kanker usus besar.

Selain itu, serat larut juga memiliki kontribusi dalam menurunkan kadar kolesterol. Serat larut bekerja dengan cara mengikat kolesterol dalam usus. Bahkan, beberapa riset menunjukkan manfaat serat larut dalam mengobati diabetes dan resistensi insulin (pradiabetes). Serat larut juga berfungsi dalam memperlambat penyerapan karbohidrat dan membantu meningkatkan kadar gula darah.

Karena serat mengisi dan memiliki kalori sangat sedikit, mengonsumsi makanan tinggi serat juga dapat membantu menurunkan berat badan.

Berapa banyak serat yang harus Anda konsumsi?
Serat yang berasal dari makanan utuh disebut serat makanan. Sedangkan serat yang dijual dalam bentuk suplemen, atau ditambahkan ke makanan, disebut serat fungsional. Institute of Medicine telah menetapkan rekomendasi asupan serat total terkait usia dan jenis kelamin.

Anak usia 1-3 tahun : 19 gram/hari
Anak usia 4-8 tahun : 25 gram/hari

Perempuan:
19-18 tahun: 26 gram/hari
19-50 tahun: 25 gram/hari
51 tahun ke atas: 21 gram/hari
ibu hamil: 28 gram/hari
ibu menyusui: 29 gram/hari

Pria:
9-13 tahun: 31 gram/hari
14-50 tahun: 38 gram/hari
51 tahun ke atas: 30 gram/hari

Seseorang harus mendapatkan jumlah serat yang cukup untuk tetap sehat. Bahkan dalam jumlah yang tinggi sekalipun, konsumsi serat tampaknya tidak terlalu berbahaya. Sampai saat ini para ahli belum menemukan berapa batas jumlah serat yang bisa menimbulkan ancaman.

Dapatkah saya mendapatkan serat alami dari makanan?
Jawabannya adalah ya. Cara terbaik untuk mendapatkan serat bisa Anda peroleh dari makanan utuh, seperti buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian.

Berikut ini adalah sumber terbaik dari serat larut :

* Oatmeal
* Apel, buah jeruk, dan stroberi
* Kacang, kacang polong, dan lentil
* Barley
* Dedak beras

Sumber serat tidak larut adalah:

* Sereal brans
* Biji-bijian, seperti barley
* Roti gandum, sereal gandum, dan dedak gandum
* Sayuran: wortel, bit, dan kembang kol

Apa risiko mengonsumsi serat?
* Efek samping

Serat tidak memiliki efek samping yang serius. Konsumsi serat berlebih, dapat menyebabkan kembung, kram. Anda dapat mengatasinya dengan minum lebih banyak air (sekitar 2 liter sehari).

* Yang Penting :

Jika Anda sedang mengonsumsi obat-obatan tertentu, cobalah bicarakan dengan dokter sebelum Anda mulai menggunakan suplemen serat. Pasalnya, serat dapat menghalangi penyerapan beberapa jenis obat.